Kamis, 05 Juni 2008

Teori harun yahya dan Fakta

Teori Harun Yahya menggunakan desain sebagai pengganti evolusi untuk menjelaskan kerumitan struktur dan keragaman kehidupan. Bila teori mereka lebih baik daripada evolusi, maka penjelasan desain seharusnya bisa diterapkan pada tiap peristiwa pada sejarah kehidupan di Bumi.

Tentunya tidak logis bila penjelasan desain hanya diterapkan pada beberapa kasus (misalnya kejadianmanusia) namun pada kasus lain penjelasannya diserahkan pada evolusi. Asal-usul dari tiap jenis makhluk hidup harus bisa dijelaskan sebagai tindak penciptaan terpisah, apabila teori Harun Yahya benar.

Mari kita menerima teori HY sebagai suatu penjelasan yang serius atas fakta-fakta yang ada di alam. Menurut HY, kerumitan yang ditemukan pada tubuh makhluk hidup harus merupakan hasil ciptaan Sang Pencipta. Jelas bahwa kerumitan tersebut bisa ditemukan di berbagai makhluk hidup. Salah satu contoh struktur rumit yang ditunjukkan adalah mata trilobita. Trilobita adalah artropoda (hewan beruas) yang menyerupai kepiting dan serangga, yang hidup di dasar laut pada 600--250 juta tahun yang lalu. Mata trilobita tersusun dari ribuan unit mata yang memiliki
sistem lensa ganda yang rumit. Ahli geologi David Raup menyatakan bahwa mata trilobita memiliki desain optimal yang hanya bisa diciptakan oleh seorang perancang yang terlatih dan imajinatif. Tentunya masuk akal bila kita mengikuti usul Harun Yahya dan menganggap bahwa mata trilobita adalah bukti bahwa makhluk tersebut merupakan hasil suatu tindakan penciptaan tersendiri.

Walaupun demikian, ada satu kesimpulan yang sukar ditolak yang berasal dari penyebaran fosil trilobita: mata sempurna yang merupakan hasil desain optimal tersebut tidak berhasil mencegah mereka dari kepunahan. Tak ada manusia yang pernah melihat trilobita hidup di lautan, karena semua trilobita telah punah pada 250 juta tahun yang lalu. Penyebab kepunahan mereka masih diperdebatkan para ahli. Ada yang mengatakan mereka punah karena terjadi zaman es; ada pula yang mengaitkannya dengan munculnya pesaing baru seperti ikan dan kerang. Apapun
penyebabnya, jelaslah bahwa desain trilobita tak bisa dikatakan sempurna. Kerumitan struktur mereka tak berguna menghadapi tekanan lingkungan pada 250 juta tahun yang lalu dan mendorong makhluk-makhluk yang dikatakan
memiliki desain sempurna tersebut menuju kepunahan.

Trilobita bukan satu-satunya kelompok makhluk hidup yang telah punah. Dinosaurus, pterosaurus, kalajengking raksasa, mamut wol, macan gigi pedang, kesemuanya menurut teori HY adalah hasil tindakan penciptaan tersendiri yang memiliki struktur sempurna. Namun semuanya telah punah karena berbagai faktor: perubahan iklim, persaingan
dengan hewan lain, bencana alam. Ada yangmemperkirakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup yang masih ada sekarang hanyalah 1% dari total jumlah jenis makhluk hidup yang pernah merasakan hidup di Bumi--dengan kata lain, 99% jenis makhluk hidup yang pernah ada di Bumi sekarang telah punah.

Kini yang tersisa dari mereka adalah fosil-fosil yang tertanam dalam batuan. Sembilan puluh sembilan persen tindakan penciptaan terpisah berakhir dalam kepunahan. Tentunya segala fakta tersebut menunjukkan bahwa ‘desain’ makhluk hidup tidak sempurna.

Penjelasan ‘desain sempurna’ bisa diterapkan pada beberapa fenomena di alam, seperti mata trilobita, struktur sel, peranti terbang pada burung, kerumitan DNA, dan sebagainya. Tentunya penjelasan tersebut bisa digunakan pada semua fenomena kerumitan struktur makhluk hidup, bukan? Mungkin saja.

Di antara alat indera manusia, indera penciuman kurang berkembang. Dibanding hewan lain, seperti hiu, anjing, atau tikus, indera penciuman manusia kurang peka. Akan tetapi, perbandingan gengen yang membentuk organ penerima rangsang baubauan pada manusia dan tikus (Rouquier dkk. 2000;Liman & Innan 2003) menunjukkan bahwa gen-gen
tersebut pada tikus berfungsi sempurna dan memberi kemampuan penciuman yang baik pada tikus, sedangkan pada manusia sebagian besar gen tersebut rusak, tidak berfungsi. Memang, bisa dikatakan bahwa manusia tidak didesain untuk memiliki penciuman yang tajam. Akan tetapi mengapa desain manusia harus juga menyertakan gen-gen rusak? Bukankah bila

tubuh manusia didesain dengan sempurna, tidak

perlu ada gen-gen rusak tersebut dalam DNA kita?

Teori Harun Yahya juga harus bisa

menjelaskan penyebaran geografis makhluk hidup

di berbagai benua, atau biogeografi. Alfred Russel

Wallace mencapai kesimpulan bahwa makhluk

hidup berevolusi melalui seleksi alam berdasarkan

penelitiannya atas penyebaran hewan di kepulauan

Indonesia. Bagaimanakah teori Harun Yahya akan

menjelaskan fakta biogeografi? Boleh jadi,

penjelasannya adalah bahwa Sang Desainer

menciptakan tiap makhluk hidup pada tempat yang

sesuai dengannya. Masuk akal, bukan?

Mungkin saja memang demikian. Akan

tetapi bisa juga dipertanyakan mengapa Australia,

misalnya, memiliki fauna khas yang didominasi

mamalia berkantung--kanguru, koala, dan

sebagainya. Benua tersebut memiliki iklim kering

yang bisa ditemukan juga di tempat lain, seperti

Afrika utara dan Amerika utara bagian barat, namun

faunanya amat berbeda. Anehnya, Papua yang

berdekatan dengan Australia namun beriklim tropis

dan basah memiliki fauna yang mirip dengan

Australia--kasuari, kanguru, dan sebagainya. Iklim

dan keadaan alam Papua tidak berbeda dengan

misalnya Kalimantan atau Kamerun, namun di sana

Sang Desainer menciptakan fauna yang mirip

dengan fauna Australia. Entah kebetulan atau

tidak, keputusan Sang Desainer bersesuaian

dengan sejarah geografis Papua dan Australia,

yang dahulu tergabung menjadi satu benua. Teori

evolusi menjelaskan keberadaan dua fauna yang

mirip tersebut sebagai hasil dari adaptasi dan

seleksi alam dari mamalia purba yang berada di

Australia dan Papua sebelum terpisah. Sedangkan

klaim teori HY bahwa tiap makhluk hidup diciptakan

di tempat yang sesuai tidak berlaku di sana. Tidak

ada fakta yang lebih jelas membantah penjelasan

teori HY terhadap biogeografi daripada introduksi

berbagai hewan Asia, Afrika, dan Eropa ke

Australia. Unta, yang menurut teori HY diciptakan

khusus untuk gurun Afrika dan Asia tengah, ternyata

sesuai dengan gurun Australia. Sejak didatangkan

oleh para imigran Afghan ke Australia pada abad ke-

19, banyak unta yang menjadi liar kembali dan hidup

bebas di gurun. Mengapa Sang Desainer tak

menciptakan unta di Australia, bila unta memang cocok

hidup di sana? Penulis kesulitan mencari penjelasan

tentang ini dalam teori Harun Yahya.

Biogeografi terus memaksa para ahli biologi

untuk mengakui bahwa komposisi fauna suatu daerah

selalu tergantung pada sejarah dan kesinambungan

garis keturunan (continuity of descent). Namun

biogegrafi hanya satu dari banyak jalur bukti yang

akhirnya mendorong perumusan teori evolusi.

Kehidupan yang ada di Bumi tidak selalu

seperti yang kita lihat sekarang. Kita bisa mengetahui

bentuk kehidupan di masa lampau dengan melihat

fosil-fosil yang mereka tinggalkan. Bagaimanakah teori

Harun Yahya menjelaskan kehidupan di masa lampau?

Sama seperti kehidupan masa kini, tiap jenis makhluk

hidup masa lampau juga adalah hasil tindakan

penciptaan khusus. Tidak ada hubungan antara

mereka dengan makhluk hidup yang ada sekarang.

Harun Yahya mengajukan burung sebagai

contoh desain yang sempurna. Penulis sepakat

dengannya. Seluruh tubuh burung menunjukkan

adaptasi yang baik untuk kehidupan menjelajahi

udara--dua sayap, tulang-tulang yang ringan, bulu

berstruktur rumit dan efektif, mata besar dan awas,

dan lain-lain. Menurut teori HY, burung pastilah

muncul tiba-tiba dalam sejarah alam tanpa ada

pendahulu di masa lalu, sebagai akibat dari suatu

tindakan penciptaan khusus. Benarkah demikian?

Mari kita lupakan sejenak penjelasan

evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup

masa lalu adalah leluhur makhluk hidup masa kini.

Selanjutnya mari kita melihat seperti apa bentuk

burung di masa lalu.

Gambar 3a. Rekonstruksi kerangka Protoavis texensis, burung purba dari Zaman Trias, 225 juta tahun yang lalu. Fosil (2

spesimen) ditemukan di Texas. Ilustrasi berdasarkan Chatterjee (1991).

Gambar 3b. Rekonstruksi kerangka Archaeopteryx, burung purba dari Zaman Jura, 150 juta tahun yang lalu. Fosil (8 spesimen)

ditemukan di Jerman. Ilustrasi berdasarkan Colbert & Morales (1991) dan Feduccia (1996).

Gambar 3c. Rekonstruksi kerangka Microraptor gui, burung dari Zaman Kapur Awal, ±130 juta tahun yang lalu. Fosil (2

spesimen) ditemukan di Cina utara. Ilustrasi berdasarkan Xu dkk. (2003).

Gambar 3d. Rekonstruksi kerangka Ichthyornis dispar, burung purba dari Zaman Kapur Akhir, ±70 juta tahun yang lalu. Fosil

ditemukan di Texas. Ilustrasi berdasarkan Marsh (1880).

Gambar 3e. Rekonstruksi kerangka burung modern, merpati (Columba livia).

Gambar 3a,b,c,d menunjukkan bentuk burung dari

zaman ke zaman. Burung telah ada di Bumi sejak 225

juta tahun yang lalu (Protoavis). Bagaimanakah

teori Harun Yahya menjelaskan urutan fosil

tersebut? Dalam Evolution deceit penulis menemukan

penjelasan bahwa urutan fosil bukanlah bukti

perubahan dalam satu garis keturunan sebagaimana

dikemukakan para evolusionis, melainkan hanyalah

urutan tindakan penciptaan. Penulis berasumsi bahwa

tiap ‘tindakan penciptaan’ tersebut adalah suatu

tindakan penciptaan terpisah, di mana hasilnya adalah

satu makhluk hidup yang sempurna, utuh, dan tidak

berhubungan dengan makhluk hidup yang ada

sebelum maupun sesudahnya.

Suka atau tidak, konsekuensi dari penjelasan

teori Harun Yahya adalah sebagai berikut: Sejak 3

milyar tahun keberadan kehidupan di Bumi, Sang

Desainer baru berniat menciptakan burung untuk

mengisi angkasa sekitar 200 juta tahun yang lalu.

Burung pertama yang diciptakan, Protoavis dan

Archaeopteryx, tidak mirip dengan burung yang ada

sekarang, melainkan memiliki ciri-ciri reptil: memiliki

gigi, sayap bercakar, dan tulang ekor yang panjang.

Seratus juta tahun kemudian Sang Desainer

menciptakan Ichthyornis yang sayapnya sudah tak

bercakar dan tulang ekornya sudah memendek, seperti

burung modern, namun paruhnya masih berisi gigi.

Terakhir, tercipta burung modern yang kita lihat

sekarang. Sang Desainer tidak langsung menciptakan

burung modern, melainkan menciptakan dulu

serangkaian burung purba yang awalnya mirip reptil,

yang makin lama makin mirip burung modern, sampai

akhirnya muncullah burung modern yang ada

sekarang. Lupakan dulu penjelasan evolusionis yang

menyatakan bahwa semua fosil tersebut terletak dalam

satu garis keturunan. Menurut teori HY, tiap bentuk

burung tersebut bukan merupakan bagian dari satu

garis keturunan, melainkan hasil dari tindakan

penciptaan terpisah. Bisa kita tanyakan, mengapa

demikian? Apakah Sang Desainer perlu melakukan

percobaan dulu sebelum menciptakan burung yang

sempurna? Mengapa desain awal untuk burung

memiliki ciri-ciri reptil seperti gigi, cakar, dan ekor

panjang? Bukankah seorang desainer bisa merancang

suatu makhluk hidup ciptaan, misalnya burung,

tanpa perlu meniru desain makhluk hidup lain?

Urutan perubahan bentuk yang ditemukan

dalam catatan fosil tidak hanya pada burung. Para

ahli paleontologi telah menemukan banyak urutan

perubahan bentuk lainnya: dari ikan ke hewan

berkaki empat (tetrapoda), reptil ke mamalia, garis

keturunan kuda, garis keturunan gajah, mamalia

darat ke paus, kera purba ke manusia. Dalam teori

Harun Yahya, penjelasan yang ditawarkan adalah

bahwa urutan tersebut adalah ‘urutan penciptaan’,

yang memberi kesan bahwa Sang Desainer, yang

mereka yakini menciptakan tiap bentuk tersebut

secara terpisah, tidak mampu menciptakan makhluk

hidup yang seperti kita lihat sekarang tanpa

menciptakan bentuk-bentuk yang seolah-olah

menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan di

masa lalu. Atau, apakah Sang Desainer itu sengaja

menciptakan urutan bentuk (yang tidak

berhubungan secara keturunan) untuk meniru

evolusi? Bila memang demikian, maka para ahli

biologi memang telah tertipu oleh Sang Desainer,

menyangka bahwa telah terjadi evolusi padahal

yang sebenarnya terjadi adalah penciptaan

terpisah. Mengapa Sang Desainer ingin menipu

manusia?

Tidak ada komentar: