Selasa, 24 Juni 2008

SEJARAH SINGKAT DARWINISME
Sebelum menelaah berbagai penderitaan dan bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia, marilah kita mempelajari sejarah Darwinisme secara sekilas. Banyak orang percaya bahwa teori evolusi yang pertama kali dicetuskan oleh Charles Darwin adalah teori yang didasarkan atas bukti, pengkajian dan percobaan ilmiah yang dapat dipercaya. Namun, pencetus awal teori evolusi ternyata bukanlah Darwin, dan, oleh karenanya, asal mula teori ini bukanlah didasarkan atas bukti ilmiah.


Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang "evolusi". Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.
Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: "makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup." Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala.
Gambar yang memperlihatkan dewa air bangsa Sumeria. Sebagaimana masyarakat Sumeria, para Darwinis juga meyakini bahwa kehidupan muncul secara kebetulan dari air. Dengan kata lain, mereka menganggap air sebagai tuhan yang menciptakan kehidupan.
Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.
Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.
Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.


Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.
Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah - yang dahulunya belum diketemukan- bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.
Sebagaimana masyarakat penyembah berhala, para pengikut Darwin percaya bahwa kehidupan muncul secara kebetulan di dalam air akibat pengaruh alam. Menurut pernyataan yang tidak masuk akal ini, atom-atom yang tidak memiliki kecerdasan yang terdapat dalam "sup purba", sebagaimana tampak pada gambar, bertemu untuk kemudian saling bergabung dan membentuk makhluk hidup.
Alasan Ideologis Penerimaan Darwinisme
Ketika Darwin menerbitkan buku The Origin of Species dan memunculkan teori evolusinya, ilmu pengetahuan kala itu masih sangat terbelakang. Misalnya, sel, yang kini diketahui memiliki sistem teramat rumit, hanya tampak seperti bintik noda melalui mikroskop sederhana waktu itu. Karenanya, Darwin merasa tidak ada yang salah ketika menyatakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan dari materi tak hidup.
Dibandingkan yang ada sekarang, mikroskop abad ke-19 sangatlah kuno dan, karena-nya, sebagaimana terlihat pada gambar, hanya dapat menampakkan sel sebagai bintik-bintik noda.
Demikian pula, catatan fosil yang tidak lengkap waktu itu memberi celah bagi penyataan bahwa mahluk hidup telah terbentuk dari satu spesies ke spesies yang lain melalui perubahan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, kini telah jelas bahwa catatan fosil, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tidak memberikan secuil bukti apapun yang mendukung pernyataan Darwin bahwa suatu makhluk hidup muncul dari perkembangan makhluk hidup lain yang telah ada sebelumnya. Hingga baru-baru ini, para evolusionis terbiasa mengelak dari kebuntuan yang menghadang mereka tersebut dengan berdalih, "Ini akan ditemukan suatu saat di masa mendatang." Tetapi, mereka sekarang tidak lagi mendapatkan tempat bersembunyi di balik penjelasan ini (Untuk lebih lengkapnya, silahkan membaca Bab "Kekeliruan Teori Evolusi")
Apapun yang terjadi, keyakinan para Darwinis terhadap teori evolusi tidak berubah sedikitpun. Para pendukung Darwin telah datang dan hadir hingga zaman kita dan, layaknya harta warisan, mereka melimpahkan kesetiaan kepada Darwin ke generasi selanjutnya secara turun-temurun selama 150 tahun terakhir.
Jika demikian, apakah yang menjadikan Darwinisme diminati sejumlah kalangan dan disebarlu-askan melalui propaganda besar-besaran, padahal fakta tentang ketidakabsahan ilmiahnya kini telah nampak jelas?
Yang paling menonjol dari teori Darwin adalah pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta. Menurut teori evolusi, kehidupan membentuk dirinya sendiri tanpa sengaja dari bahan-bahan pembentuknya yang telah ada di alam. Pernyataan Darwin ini memberikan pembenaran ilmiah palsu bagi semua filsafat kaum anti Tuhan, dimulai dari filsafat kaum materialis. Sebab, hingga abad ke-19, sebagian besar para ilmuwan melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana mempelajari dan menemukan ciptaan Allah. Karena keyakinan ini tersebar luas, filsafat atheis dan materialis tidak menemukan lahan subur untuk tumbuh berkembang. Namun, pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta dan dukungan 'ilmiah' yang diberikannya kepada keyakinan atheis dan materialis menjadikan teori Evolusi sebagai kesempatan emas bagi mereka. Karena alasan ini, kedua filsafat tersebut berpihak kepada Darwinisme dan menyelaraskan teori ini dengan ideologi mereka sendiri.
Selain penyangkalan Darwinisme terhadap keberadaan Tuhan, terdapat pernyataan lainnya mendukung berbagai ideologi materialistis abad ke-19: "Perkembangan makhluk hidup dipengaruhi oleh perjuangan untuk mempertahankan hidup di alam. Perseteruan ini dimenangkan oleh yang terkuat. Yang lemah akan kalah dan punah."
Kaitan erat Darwinisme dengan ideologi-ideologi yang telah menimpakan penderitaan dan bencana terhadap dunia diungkap dengan jelas dalam bagian ini.
Darwinisme Sosial : Penerapan Hukum Rimba Dalam Kehidupan Manusia
Charles Darwin
Salah satu pernyataan terpenting teori evolusi adalah "perjuangan untuk mempertahankan hidup" sebagai pendorong utama terjadinya perkembangan makhluk hidup di alam. Menurut Darwin, di alam terjadi perkelahian tanpa mengenal belas kasih demi mempertahankan hidup, ini adalah sebuah pertikaian abadi. Yang kuat selalu mengalahkan yang lemah, dan ini mendorong terjadinya perkembangan. Judul tambahan buku The Origin of Species merangkum pandangan ini. "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life" ("Asal-Usul Spesies melalui Seleksi Alam atau Pelestarian Ras-Ras Pilihan dalam Perjuangan untuk Mempertahankan Hidup.")
Yang mengilhami Darwin tentang hal ini adalah buku karya ekonom Inggris, Thomas Malthus: An Essay on The Principle of Population. Buku ini memperkirakan masa depan yang cukup suram bagi umat manusia. Menurut perhitungan Malthus, jika dibiarkan, populasi manusia akan meningkat dengan sangat cepat. Jumlahnya akan berlipat dua setiap 25 tahun. Namun, persediaan makanan tidak akan bertambah pada laju yang sama. Dalam keadaan ini, manusia menghadapi bahaya kelaparan yang tiada henti. Yang mampu menekan jumlah populasi ini adalah bencana, seperti perang, kelaparan, dan penyakit. Singkatnya, agar sebagian orang tetap bertahan hidup, maka sebagian yang lain perlu mati. Kelangsungan hidup berarti "perang tanpa henti".
Menurut Darwin buku Malthuslah yang mejadikannya berpikir tentang perjuangan demi mempertahankan hidup:
Dalam bulan Oktober 1838, yakni 15 bulan setelah saya memulai pengkajian sistematis saya, saya kebetulan membaca buku Malthus tentang kependudukan sekedar untuk hiburan, dan setelah sebelumnya memahami bahwa perjuangan untuk mempertahankan hidup yang terjadi di mana-mana, berdasarkan pengamatan berulang-ulang terhadap kebiasaan pada binatang dan tumbuhan, saya seketika tersadarkan bahwa keadaan ini mendorong variasi menguntungkan untuk cenderung lestari dan yang tidak menguntungkan akan musnah. Hasilnya adalah pembentukan spesies baru. Di sinilah saya pada akhirnya menemukan sebuah teori yang dapat saya pakai.2
Pada abad ke-19, gagasan Malthus telah diterima oleh masyarakat luas. Sejumlah kalangan intelektual Eropa kelas atas secara khusus mendukung gagasan Malthus ini. Perhatian besar yang diberikan Eropa abad ke-19 kepada pemikiran Malthus tentang populasi tercantum dalam artikel The Scientific Background of the Nazi "Race Purification" Programme (Latar Belakang Ilmiah Program "Pemurnian Ras" oleh Nazi ) :
Pada paruh pertama abad ke-19, di seluruh Eropa, para anggota kalangan yang berkuasa berkumpul membicarakan "masalah kependudukan" yang baru ditemukan, dan untuk merumuskan cara menerapkan anjuran Malthus untuk meningkatkan laju kematian orang-orang miskin: "Sebagai ganti ajakan hidup bersih kepada orang-orang miskin, kita harus menganjurkan kebiasaan hidup yang sebaliknya. Di kota-kota kita, kita hendaknya menjadikan jalanan semakin sempit, menjejali lebih banyak orang yang tinggal dalam rumah, dan mendorong munculnya kembali wabah penyakit. Di negeri ini kita harus membangun desa-desa di dekat tempat genangan air, dan secara khusus menganjurkan pemukiman di semua tempat basah rentan banjir dan tidak sehat," dan seterusnya, dan seterusnya.3
Thomas Malthus adalah tokoh yang mempengaruhi pemikiran Darwin. Ia mengemukakan bahwa peperangan dan kekurangan pangan menekan pesatnya pertumbuhan penduduk dunia.
Akibat kebijakan biadab ini, yang kuat akan mengalahkan yang lemah dalam perseteruan untuk mempertahankan hidup, dan dengan demikian laju pertumbuhan penduduk yang cepat akan dapat ditekan. Di Inggris pada abad ke-19, program "penjejalan orang-orang miskin" ini telah benar-benar diterapkan. Sebuah sistem industri didirikan sebagai tempat di mana anak-anak berusia delapan atau sembilan tahun bekerja selama 16 jam sehari di pertambangan batubara, di mana ribuan dari mereka meninggal akibat keadaan yang buruk tersebut. Gagasan tentang "perjuangan untuk mempertahankan hidup" yang dianggap penting dalam teori Malthus, telah mengakibatkan jutaan orang miskin di Inggris menjalani hidup penuh penderitaan.
Darwin, yang terpengaruh pemikiran Malthus, menerapkan cara pandang ini ke seluruh alam kehidupan, dan mengatakan bahwa peperangan ini, yang benar-benar ada, akan dimenangkan oleh yang terkuat dan yang paling layak hidup. Pernyataan Darwin tersebut berlaku pada semua tanaman, binatang, danmanusia. Ia juga menekankan bahwa perseteruan untuk mempertahankan hidup ini adalah hukum alam yang senantiasa ada dan tak pernah berubah. Dengan menolak adanya penciptaan, ia mengajak orang-orang menanggalkan keyakinan agama mereka dan dengan demikian berarti pula seruan untuk meninggalkan segala prinsip etika yang dapat menjadi penghalang bagi kebiadaban dalam "perjuangan untuk mempertahankan hidup."
Karena alasan inilah teori Darwin mendapatkan dukungan dari kalangan yang berkuasa, bahkan sejak teori tersebut baru saja didengar, awalnya di Inggris dan selanjutnya di negeri Barat secara keseluruhan. Kaum imperialis, kapitalis, dan materialis lainnya yang menyambut hangat teori ini, yang memberikan pembenaran ilmiah bagi sistem politik dan sosial yang mereka dirikan, tidak kehilangan waktu untuk segera menerimanya. Dalam waktu singkat, teori evolusi telah dijadikan satu-satunya patokan utama dalam berbagai bidang yang menjadi kepentingan masyarakat, dari sosiologi hingga sejarah, dari psikologi hingga politik. Di setiap pokok bahasan, gagasan yang mendasari adalah semboyan "perjuangan untuk bertahan hidup" dan "kelangsungan hidup bagi yang terkuat"; dan partai politik, bangsa, pemerintahan, perusahaan dagang, dan perorangan mulai menjalani kegiatan atau kehidupannya dengan berpedomankan semboyan ini. Karena ideologi-ideologi yang berpengaruh di masyarakat telah menyelaraskan diri dengan Darwinisme, propaganda Darwinisme mulai dilakukan di segala bidang, dari pendidikan hingga seni, dari politik hingga sejarah. Terdapat upaya untuk menghubung-hubungkan setiap bidang yang ada dengan Darwinisme, dan untuk memberikan penjelasan pada tiap bidang tersebut dari sudut pandang Darwinisme. Akibatnya, meskipun orang-orang tidak memahami Darwinisme, berbagai pola masyarakat yang menjalani kehidupan sebagaimana perkiraan Darwinisme mulai terbentuk.
Darwin sendiri menganjurkan agar pandangannya yang didasarkan pada evolusi diterapkan pada pemahaman tentang etika dan ilmu-ilmu sosial. Darwin mengatakan berikut ini kepada H.Thiel dalam sebuah surat pada tahun 1869:
Anda akan segera meyakini betapa tertariknya saya ketika mendapati bahwa dalam masalah-masalah moral dan sosial anda menerapkan pandangan-pandangan yang serupa dengan yang telah saya gunakan dalam masalah perubahan spesies. Awalnya tidak terpikirkan dalam diri saya bahwa pandangan-pandangan saya dapat diperlebar ke bidang-bidang yang demikian luas, berbeda, dan paling penting.4
Dengan diterimanya pula gagasan "pertikaian di alam" dalam kehidupan manusia, peperangan dengan mengatas-namakan rasisme, Fasisme, Komunisme, dan imperialisme, dan tindakan golongan kuat untuk menindas orang-orang yang mereka anggap lebih lemah, kini terbungkus dengan topeng ilmiah. Sejak saat itu, mustahil menyalahkan atau menghalangi mereka yang melakukan pembantaian biadab, yang memperlakukan manusia layaknya binatang, yang mendorong pertikaian di antara sesama, yang merendahkan orang lain karena ras mereka, yang mematikan usaha kecil dengan dalih kompetisi, dan yang enggan membantu orang miskin. Sebab mereka melakukan ini semua sesuai dengan hukum alam yang "ilmiah".
Penjelasan ilmiah baru ini dikenal dengan nama "Darwinisme Sosial".

Salah seorang ilmuwan evolusionis terkemuka zaman kita, paleontolog Amerika, Stephen Jay Gould menerima kebenaran ini dengan menuliskan bahwa, menyusul penerbitan buku The Origin of Species pada tahun 1859, "alasan yang kemudian dipakai untuk membenarkan perbudakan, penjajahan, pembedaan ras, pertikaian antar kelas masyarakat, dan peran jenis kelamin dikemukakan dengan dukungan utama dari ilmu pengetahuan."5
PENINDASAN DI SELURUH DUNIAMunculnya Darwinisme menjadikan kebohongan bahwa "pertikaian dan peperangan merupakan fitrah dalam diri manusia" diterima secara ilmiah. Akibatnya sungguh mengenaskan: di banyak tempat di dunia, peperangan, pembunuhan, dan kebiadaban dibungkus dengan menggunakan kedok 'ilmiah'. Demikianlah abad ke-20 menjadi abad yang penuh penderitaan dan kebiadaban.
Ada satu hal sangat penting untuk diketahui disini. Di setiap kurun sejarah manusia, terjadi peperangan, kekejaman, kebiadaban, rasime, dan pertikaian. Tetapi, di setiap masa selalu ada agama wahyu yang mengajarkan manusia bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah, dan mengajak mereka kepada perdamaian, keadilan, dan ketentraman. Oleh karena manusia mengetahui ajaran agama wahyu ini, mereka setidaknya memahami kekeliruan mereka ketika terjerumus kepada tindak kekerasan.
Tapi sejak abad ke-19, Darwinisme menyatakan bahwa perseteruan dan ketidakadilan demi memperebutkan keuntungan, memiliki unsur pembenaran ilmiah bagi mereka, dan mereka juga mengatakan bahwa semua ini merupakan bagian dari sifat fitrah manusia, bahwa dalam dirinya manusia memiliki kecenderungan bertindak biadab dan agresif yang merupakan peninggalan dari oleh nenek moyangnya, dan seperti halnya dengan binatang yang terkuat dan paling agresif akan bertahan hidup, hukum yang sama ini berlaku pada manusia. Di bawah pengaruh pemikiran ini, peperangan, penderitaan, dan pembantaian mulai terjadi di banyak tempat di seluruh dunia. Darwinisme mendukung dan mendorong semua pergerakan yang mendatang-kan penderitaan, pertumpahan darah, dan penindasan kepada dunia. Paham ini memperlihatkan berbagai tindakan tersebut sebagai hal yang masuk akal dan dapat dibenarkan, dan medukung semua penerapannya. Karena adanya dukungan ilmiah ini, ideologi berbahaya lainnya bermunculan dan tumbuh semakin kuat, dan hasil yang didapat adalah "abad penderitaan" pada abad ke-20.
Dalam bukunya "Darwin, Marx, Wagner" profesor sejarah Jacques Barzun menyelidiki penyebab ilmiah, sosiologis, dan budaya dari kehancuran moral dahsyat yang menimpa dunia modern. Pernyataan dari buku Bazrun ini sungguh menarik jika dilihat dari sudut pandang pengaruh Darwinisme terhadap dunia:
... di setiap negeri Eropa antara tahun 1870 dan 1941 terdapat golongan pro-peperangan yang menuntut persenjataan, golongan individualis yang menuntut kompetisi tanpa belas kasih, golongan imperialis yang menuntut penjajahan atas masyarakat terbelakang, golongan sosialis yang menuntut kekuasaan, dan kelompok rasialis yang menuntut pembersihan internal dari orang-orang asing - kesemuanya ini, ketika dalih keserakahan dan ketenaran telah gagal, atau bahkan sebelumnya, menyebut nama Spencer dan Darwin, yang boleh dikatakan sebagai penjelmaan ilmu pengetahuan... Ras adalah sesuatu yang biologis, yang berkaitan dengan masalah sosiologi, dan juga berhubungan dengan Darwin.6
PENDERITAAN DAN KESENGSARAANMenurut Darwinisme Sosial, kaum lemah, miskin, berpenyakit, dan terbelakang sepatutnya dimusnahkan dan disingkirkan tanpa belas kasih. Para penganut paham ini meyakininya sebagai keharusan demi keberlangsungan evolusi umat manusia. Salah satu sebab mengapa di abad ke-20 tidak ada yang sudi mendengar jerit tangis jutaan manusia yang meminta pertolongan, dari Bosnia hingga Ethiopia, adalah ideologi yang dipaksakan secara luas ke masyarakat ini.
Di abad ke-19, ketika Darwin mengajukan pernyataannya bahwa mahluk hidup tidak diciptakan, melainkan telah muncul secara kebetulan, dan bahwa manusia mempunyai nenek moyang yang sama dengan binatang, dan telah muncul sebagai makhluk hidup yang paling berkembang dan maju sebagai hasil peristiwa kebetulan, mungkin kebanyakan orang tidak dapat membayangkan apa akibat dari pernyataan ini. Tetapi di abad ke-20, dampak dari pernyataan ini tampak nyata dalam wujud berbagai pengalaman yang sungguh mengerikan. Mereka yang melihat manusia sebagai binatang yang telah berkembang, tidak ragu untuk bangkit dengan menginjak-injak yang lemah, mencari jalan untuk memusnahkan yang sakit dan lemah, dan melakukan pembantaian untuk menghapuskan ras yang mereka anggap berbeda dan lebih rendah. Semuanya terjadi karena teori mereka yang berkedok ilmu pengetahuan ini mengatakan kepada mereka bahwa ini adalah "hukum alam."
Jacques Barzun, profesor sajarah yang menulis buku "Darwin, Marx, Wagner,"
Bencana yang ditimpakan Darwinisme kepada dunia bermula dengan cara yang demikian ini, dan dengan cepat tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya, pada abad ke-19, hingga saat materialisme dan atheisme tumbuh semakin kuat dengan dukungan yang mereka dapatkan dari Darwinisme, kebanyakan masyarakat percaya bahwa Tuhan menciptakan semua mahluk hidup dan bahwa manusia, tidak seperti mahluk hidup lainnya, memiliki ruh yang diciptakan Tuhan. Berasal dari ras atau suku bangsa manapun, setiap manusia adalah seorang hamba yang diciptakan oleh Tuhan. Namun, redupnya keimanan terhadap agama yang diakibatkan, dan diperparah, oleh Darwinisme, memunculkan kelompok-kelompok masyarakat dengan cara pandang kompetitif dan tanpa mengenal belas kasih, tidak mengindahkan pentingnya moral, memandang manusia sebagai binatang yang telah berkembang maju.
Orang-orang yang mengingkari kewajiban mereka kepada Tuhan memunculkan pola hidup di mana segala sikap yang mementingkan diri sendiri dapat dibenarkan. Dari pola hidup ini lahirlah banyak paham, dan masing-masing paham ini, dalam penerapannya pada kehidupan dunia yang sesungguhnya, menjadi malapetaka bagi manusia.
Di halaman-halaman berikutnya, kita akan mempelajari beragam ideologi yang mendapatkan pembenaran dari Darwinisme tersebut, hubungan erat antara ideologi-ideologi ini dengan Darwinisme, dan penderitaan yang harus ditanggung dunia akibat persekutuan ini.

Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme



PENDAHULUAN: PEMBAWA SENGSARA DI ABAD KE-20 SEJARAH SINGKAT DARWINISME RASISME DAN KOLONIALISME DARWIN ALIANSI MENGERIKAN ANTARA DARWINISME DAN FASISME DARWINISME: SUMBER KEKEJAMAN KOMUNIS KAPITALISME DAN PERJUANGAN UNTUK MEMPERTAHANKAN HIDUP DI BIDANG EKONOMI KEHANCURAN MORAL AKIBAT DARWINISME KESIMPULAN: HARUSKAH DARWINISME DIBIARKAN HIDUP?

PENDAHULUAN PARA PEMBAWA SENGSARA DI ABAD KE-20
Abad ke-20 yang baru saja kita tinggalkan adalah abad peperangan dan pertikaian yang membawa bencana, penderitaan, pembantaian, kemiskinan, dan kerusakan dahsyat. Jutaan orang terbunuh, terbantai, mati kelaparan, terlantar tanpa rumah, tempat bernaung, perlindungan ataupun uluran tangan. Dan semua ini terjadi tanpa tujuan apapun selain demi membela ideologi-ideologi menyimpang. Jutaan orang diperlakuan secara tidak manusiawi yang bahkan binatangpun tidak pantas mendapatkannya. Hampir di setiap waktu dan tempat muncul para penguasa kejam dan diktator yang bertanggung jawab atas segala penderitaan dan bencana ini. Mereka adalah Stalin, Lenin, Trotsky, Mao, Pol Pot, Hitler, Mussolini, Franco.... Sebagian orang-orang ini berideologi sama, sedangkan sebagian lain adalah musuh bebuyutan bagi yang lain. Hanya karena alasan sederhana seperti pertentangan ideologis, mereka menyeret masyarakat ke jurang pertikaian, menjadikan sesama saudara saling bermusuhan, memicu peperangan di antara mereka, melempar bom, membakar dan merusak mobil, rumah, dan pertokoan, serta menggerakkan demonstrasi yang penuh kekerasan. Mereka mempersenjatai orang-orang yang kemudian menggunakannya tanpa belas kasihan untuk memukul pemuda, orang tua, pria, wanita, dan anak-anak hingga mati, atau memaksa orang berdiri menghadap tembok dan menembaknya... Mereka begitu bengis hingga tega mengarahkan senjata ke kepala orang lain dan, dengan menatap matanya, membunuhnya, lalu menginjak kepalanya dengan kaki mereka, hanya karena orang tersebut mendukung paham lain. Mereka mengusir orang-orang dari rumahnya, tidak peduli apakah mereka wanita, anak-anak atau orang tua...
Inilah gambaran singkat tentang bencana di abad ke-20 yang baru saja kita lewati: orang-orang yang mendukung berbagai ideologi yang saling bertentangan, dan yang menenggelamkan umat manusia dalam penderitaan dan genangan darah, dengan mengatasnamakan berbagai ideologi ini.
Fasisme dan Komunisme berada di barisan terdepan dari beragam ideologi yang telah menyebabkan umat manusia menderita di masa suram tersebut. Keduanya seolah terlihat saling bermusuhan, sebagai paham yang berusaha untuk saling menghancurkan. Namun, terdapat fakta yang sungguh menarik di sini: ideologi-ideologi ini tumbuh dan dibesarkan oleh satu sumber ideologis yang sama, serta mendapatkan pengukuhan dan pembenaran dari sumber tersebut. Dan berkat sumberinilah ideologi-ideologi ini mampu menarik masyarakat untuk berpihak kepada mereka. Pada pandangan pertama, sumber ini tidak pernah menarik perhatian siapapun, senantiasa berada di balik layar hingga sekarang, dan selalu menampakkan diri di hadapan umum dengan wajah tak berdosa mereka. Sumber ini adalah filsafat materialisme, dan DARWINISME, yakni bentuk penerapan filsafat materialisme di alam kehidupan.
Darwinisme muncul di abad ke-19 sebagai penghidupan kembali sebuah mitos yang berasal dari bangsa Sumeria dan Yunani Kuno oleh seorang biologiwan amatir Charles Darwin. Sejak saat tersebut, Darwinisme telah menjadi sumber inspirasi utama di balik semua ideologi yang menghancurkan umat manusia. Dengan berkedok ilmiah, Darwinisme memberi jalan bagi ideologi-ideologi tersebut beserta para pendukungnya untuk melakukan tindakan politis demi mendapatkan sebuah pembenaran palsu.
Dengan pembenaran palsu ini, tak lama kemudian teori evolusi meninggalkan bidang ilmu biologi serta palaeontologi, dan mulai merambah ke hubungan antar manusia hingga ke masalah sejarah, serta mempengaruhi bidang-bidang lain, dari politik hingga ke kehidupan sosial. Karena Darwinisme berisi gagasan tertentu yang mendukung sejumlah aliran pemikiran yang mulai mengarah ke pergerakan dan menunjukkan keberadaannya di abad ke-19, Darwinisme mendapatkan dukungan luas dari kalangan ini. Terutama sekali, orang mulai mencoba menerapkan gagasan bahwa terdapat "perjuangan untuk mempertahankan hidup" di antara mahluk hidup di alam, dan, akibatnya, gagasan bahwa "yang kuat bertahan hidup, sedangkan yang lainnya kalah dan musnah" mulai diterapkan pada pemikiran dan perilaku manusia. Ketika pernyataan Darwinisme tentang "alam adalah arena perjuangan dan pertikaian" mulai diterapkan pada manusia dan masyarakat, maka gagasan Hitler untuk membangun ras manusia pilihan, pernyataan Marx tentang "sejarah umat manusia adalah sejarah perjuangan antarkelas masyarakat", keyakinan kapitalisme bahwa " yang kuat tumbuh lebih kuat dengan mengorbankan yang lemah," penjajahan negara dunia ketiga oleh bangsa-bangsa penjajah seperti Inggris, penderitaan bangsa terjajah akibat perlakuan tak manusiawi dari penjajah, perlakuan rasis dan diskriminasi terhadap orang-orang kulit berwarna, kesemuanya ini mendapatkan semacam pembenaran.
Meskipun seorang evolusionis, Robert Wright, pengarang buku The Moral Animal (Moral Binatang), merangkum berbagai bencana kemanusiaan yang ditimbulkan teori evolusi sebagaimana berikut :
Bagaimanapun juga, teori evolusi memiliki sejarah panjang yang sebagian besarnya kelam pada penerapannya dalam masalah kemanusiaan. Setelah bercampur dengan filsafat politik di sekitar peralihan abad ini untuk membentuk ideologi tidak jelas yang dikenal dengan "Darwinisme sosial", ideologi ini digunakan oleh kaum rasis, fasis dan kapitalis yang tidak memiliki hati nurani.1
Seperti yang akan diuraikan dalam buku ini beserta bukti-bukti yang ada di dalamnya, Darwinisme bukanlah sekedar teori yang berusaha menjelaskan asal mula kehidupan dan hanya terpaku pada bidang ilmu pengetahuan. Darwinisme adalah sebuah dogma yang masih dengan gigih dan keras kepala dipertahankan oleh para pendukung ideologi tertentu, meskipun telah dibuktikan sama sekali keliru dari sudut pandang ilmiah. Di masa kini, banyak ilmuwan, politikus, dan para pemikir, yang menyadari sisi gelap Darwinisme ataupun tidak, mendukung dogma ini.
Jika setiap orang mengetahui ketidakabsahan ilmiah teori ini, yang telah mengilhami para diktator kejam dan mentalitas serta cara berpikir yang bengis, tidak manusiawi dan mementingkan diri sendiri, maka ini akan mengakhiri riwayat ideologi-ideologi berbahaya tersebut. Mereka yang melakukan dan merencanakan kejahatan tidak akan mampu membenarkan tindakan mereka sendiri dengan mengatakan, "Ini adalah hukum alam." Mereka tidak akan lagi memiliki apa yang disebut dengan pembenaran ilmiah bagi cara pandang mereka yang mementingkan diri sendiri dan tidak mengenal belas kasih.
Ketika pemikiran Darwinisme yang menjadi akar berbagai ideologi berbahaya pada akhirnya dirobohkan, maka hanya ada satu kebenaran yang tersisa. Yakni kebenaran bahwa semua manusia dan alam semesta diciptakan oleh Allah (Tuhan). Mereka yang memahami hal ini juga akan menyadari bahwa satu-satunya kenyataan dan kebenaran yang ada terdapat dalam kitab suci yang Allah turunkan untuk kita. Ketika sebagian besar manusia menyadari kebenaran ini, penderitaan, kesulitan, pembantaian, bencana, ketidakadilan, dan kemiskinan di dunia akan tergantikan oleh pencerahan, keterbukaan, kemakmuran, ketercukupan, kesehatan, dan keberlimpahan. Karenanya, setiap pemikiran menyimpang yang berbahaya bagi kemanusiaan harus terkalahkan dan tersingkirkan oleh ajaran mulia yang membawa keindahan dan kedamaian dalam kehidupan manusia. Membalas batu dengan batu, pukulan dengan pukulan, dan serangan dengan serangan yang lain bukanlah sebuah pemecahan masalah. Pemecahan masalah yang sesungguhnya adalah menghancurkan pola pikir mereka yang melakukan segala tindakan ini, dan dengan sabar dan santun menjelaskan kepada mereka satu-satunya kebenaran untuk menggantikan kesalahan cara berpikir yang mereka anut.
Tujuan penulisan buku ini adalah menunjukkan kepada mereka yang mempertahankan Darwinisme tanpa memahami sisi gelapnya, sadar ataupun tidak, apa yang sebenarnya mereka dukung, dan untuk menjelaskan apa yang akan menjadi tanggung jawab mereka jika tetap berpaling dari kebenaran ini. Tujuan lainnya adalah untuk menyadarkan dan memberi peringatan kepada mereka yang tidak mempercayai Darwinisme, akan tetapi pada saat yang sama tidak juga melihatnya sebagai ancaman bagi kemanusiaan.

Kamis, 05 Juni 2008

Mempertimbangkan Teori Harun Yahya

Andya Primanda

Penerjemah tulisan ilmiah, pemerhati sains
Akhir-akhir ini muncul serangan terhadap teori –evolusi yang bersumber dari tulisan-tulisan Adnan Oktar dkk. (Harun Yahya) dengan mengatasnamakan agama Islam. Tulisan ini berupaya menilai bobot teori Harun Yahya sebagai alternatif yang mereka ajukan untuk menggantikan evolusi, berdasarkan fakta-fakta alam.

Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir, dunia Islam berkenalan dengan karya-karya Harun Yahya (nama samaran bagi Adnan Oktar dkk.) dari Turki, yang berisi berbagai argumentasi ilmiah dan filosofis untuk menyerang evolusi. Dalam Keruntuhan Teori Evolusi dan berbagai karya lainnya, Harun Yahya (selanjutnya disingkat HY) menyajikan berbagai fakta ilmiah, pernyataan para ilmuwan, serta argumen filosofis untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan teori evolusi neo-Darwinisme, yang selalu mereka kaitkan dengan materialisme, ateisme, kapitalisme, terorisme, dan segala sesuatu yang salah di dunia ini.

Buku-buku HY yang dicetak mewah, dijual murah (serta didistribusikan gratis di Internet), penuh ilustrasi dan gambar menarik, serta berisi bahasa sederhana namun provokatif cepat menjadi terkenal dan digemari kaum Muslimin sedunia, dari London sampai Jakarta. Harun Yahya International juga memiliki website yang dikelola profesional serta menyediakan berbagai materi pendukung seperti filmfilm yang menyajikan keindahan alam berikut serangan terhadap evolusi dan segala efeknya. Berbagai organisasi dakwah menggunakan materi HY untuk membantu mereka dalam syiar Islam. Sebagian kaum intelektual Muslim menganggap HY sebagai contoh keberhasilan memadukan sains dan agama. Dengan penerimaan yang begitu luas dari kaum Muslimin sedunia, ide-ide anti-evolusi HY mulai bergerak menjadi bagian dari mainstream pemikiran Islam. Keberaniannya menyerang evolusi dikagumi berbagai pihak, yang haus akan pembebasan dari kungkungan intelektual sains Barat. Nama HY kini mulai sejajar dengan tokoh pemikir besar Muslim kontemporer, seperti Syaikh Yusuf Qardhawi atau Sayyid Hussein Nasr.

Evolusi dan Teori Harun Yahya

Evolusi melalui mutasi dan seleksi alam pada saat ini adalah teori sentral dalam biologi, yang memberikan kerangka penjelasan bagi berbagai fakta dalam catatan fosil, keragaman hayati, pewarisan sifat, adaptasi, penyebaran, dan anatomi makhluk hidup. Teori evolusi yang sekarang diterima para ilmuwan biologi pertama kali dirumuskan oleh Charles Darwin dalam bukunya On the origin of species (1859). Pada 1940-an para ilmuwan dari tiga cabang biologi yaitu genetika, paleontologi, dan taksonomi menyempurnakan teori Darwin dengan melakukan sintesis antara konsepkonsep dan fakta-fakta yang ditemukan di ketiga bidang tersebut, menghasilkan Neo-Darwinisme yang kini menjadi dasar penjelasan pada hampir semua bidang dalam biologi. HY telah mengajukan usul untuk menggantikan teori evolusi Darwin. Apabila HY benar-benar telah meruntuhkan teori evolusi, tentunya mereka punya suatu teori lain untuk menggantikan kedudukan evolusi sebagai kerangka penjelasan berbagai fakta dalam biologi. Penulis merasa teori HY berhak menerima pertimbangan serius dari kalangan ilmuwan biologi. Apabila teori yang diajukan mereka bisa menjelaskan berbagai penemuan dalam biologi dengan lebih baik daripada kerangka penjelasan evolusi yang sekarang berlaku, maka akan terjadi suatu revolusi ilmiah besar, suatu pergeseran paradigma, ketika ide-ide lama yang telah usang digantikan oleh seperangkat teori baru yang lebih konsisten dengan kenyataan di alam.

Patut disayangkan bahwa HY dalam Keruntuhan Teori Evolusi maupun karya-karya lainnya belum memberikan deskripsi sistematis atas teori yang mereka ajukan. Oleh karena itu penulis akan berupaya melakukan kajian sistematis atas teori HY, berdasarkan penafsiran penulis atas isi Keruntuhan Teori Evolusi. Berikut adalah dalil-dalil utama Teori Harun Yahya:

1. Jenis-jenis makhluk hidup tak bisa berubah. Tidak mungkin terjadi perubahan dari satu bentuk makhluk hidup ke bentuk lainnya, misalnya dari ikan menjadi amfibi dan reptil, reptil ke burung, atau mamalia darat ke paus.

2. Tiap jenis makhluk hidup tidak bekerabat satu sama lain dan diturunkan dari leluhur yang sama. Masing-masing merupakan hasil dari suatu tindakan penciptaan tersendiri.

3. Seleksi alam sebagaimana ditemukan Darwin adalah kaidah yang berlaku di alam, namun tidak pernah menghasilkan spesies baru.

4. Tidak ada mutasi yang memberikan keuntungan berupa peningkatan kelestarian makhluk hidup. Selain itu, mutasi tak menambah kandungan informasi dalam materi genetis makhluk hidup.

5. Catatan fosil tak menunjukkan adanya bentuk transisional, serta menunjukkan penciptaan tiap kelompok makhluk hidup secara terpisah.

6. Abiogenesis (kemunculan makhluk hidup dari materi tak-hidup) tak mungkin terjadi.

7. Kerumitan dan kesempurnaan yang ditemukan pada tubuh dan DNA makhluk hidup tak timbul karena kebetulan, namun merupakan bukti bahwa ada yang merancang kerumitan tersebut.

8. Materi dan persepsi kita adalah ilusi; yang nyata adalah Allah, yang meliputi segalanya. Kekuatan suatu teori dalam sains diukur dari kemampuannya menjelaskan fakta-fakta yang ada.

Apabila teori HY bisa menjelaskan fakta-fakta dalam biologi lebih baik daripada teori evolusi Darwin, maka tentunya para ilmuwan harus bersedia membuang teori Darwin dan mengakui kekuatan teori HY. Sebelum kita mulai mempertimbangkan teori HY, menarik juga untuk dicermati bahwa ada pula pihak-pihak lain yang mengajukan teori yang mirip dengan teori HY. Tentunya hal tersebut tak mengherankan, mengingat teori evolusi melalui seleksi alam pun ditemukan secara terpisah oleh dua orang, yakni Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace. Philip Johnson, seorang profesor hokum di Universitas Berkeley dan penulis buku Darwin on trial, juga mengajukan kritik terhadap teori Darwin. Walaupun Johnson juga tidak menjelaskan terperinci mengenai teorinya, penulis menemukan banyak kesamaan dalam pandangan mereka (kecuali pada poin 8 ringkasan teori HY). Johnson dkk. menyebut teorinya sebagai ‘teori Desain Cerdas (Intelligent Design Theory)’. Seorang staf Harun Yahya, dalam komunikasi pribadi dengan penulis, juga menyatakan bahwa teori yang mereka ajukan adalah Desain Cerdas.

Beberapa ilmuwan yang keberatan dengan teori Harun Yahya mengajukan argumen bahwa Harun Yahya tak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai untuk mengajukan teori biologi (Adnan Oktar pernah kuliah di jurusan Seni Murni di Universitas Mimar Sinan). Penulis menganggap keberatan tersebut tidak kuat. Charles Darwin sendiri tidak memiliki pendidikan biologi formal, melainkan pendidikan kependetaan dan kedokteran (serta melakukan penelitian dan pengamatan selama bertahun-tahun) ketika mengajukan teori evolusi.

Teori harun yahya dan Fakta

Teori Harun Yahya menggunakan desain sebagai pengganti evolusi untuk menjelaskan kerumitan struktur dan keragaman kehidupan. Bila teori mereka lebih baik daripada evolusi, maka penjelasan desain seharusnya bisa diterapkan pada tiap peristiwa pada sejarah kehidupan di Bumi.

Tentunya tidak logis bila penjelasan desain hanya diterapkan pada beberapa kasus (misalnya kejadianmanusia) namun pada kasus lain penjelasannya diserahkan pada evolusi. Asal-usul dari tiap jenis makhluk hidup harus bisa dijelaskan sebagai tindak penciptaan terpisah, apabila teori Harun Yahya benar.

Mari kita menerima teori HY sebagai suatu penjelasan yang serius atas fakta-fakta yang ada di alam. Menurut HY, kerumitan yang ditemukan pada tubuh makhluk hidup harus merupakan hasil ciptaan Sang Pencipta. Jelas bahwa kerumitan tersebut bisa ditemukan di berbagai makhluk hidup. Salah satu contoh struktur rumit yang ditunjukkan adalah mata trilobita. Trilobita adalah artropoda (hewan beruas) yang menyerupai kepiting dan serangga, yang hidup di dasar laut pada 600--250 juta tahun yang lalu. Mata trilobita tersusun dari ribuan unit mata yang memiliki
sistem lensa ganda yang rumit. Ahli geologi David Raup menyatakan bahwa mata trilobita memiliki desain optimal yang hanya bisa diciptakan oleh seorang perancang yang terlatih dan imajinatif. Tentunya masuk akal bila kita mengikuti usul Harun Yahya dan menganggap bahwa mata trilobita adalah bukti bahwa makhluk tersebut merupakan hasil suatu tindakan penciptaan tersendiri.

Walaupun demikian, ada satu kesimpulan yang sukar ditolak yang berasal dari penyebaran fosil trilobita: mata sempurna yang merupakan hasil desain optimal tersebut tidak berhasil mencegah mereka dari kepunahan. Tak ada manusia yang pernah melihat trilobita hidup di lautan, karena semua trilobita telah punah pada 250 juta tahun yang lalu. Penyebab kepunahan mereka masih diperdebatkan para ahli. Ada yang mengatakan mereka punah karena terjadi zaman es; ada pula yang mengaitkannya dengan munculnya pesaing baru seperti ikan dan kerang. Apapun
penyebabnya, jelaslah bahwa desain trilobita tak bisa dikatakan sempurna. Kerumitan struktur mereka tak berguna menghadapi tekanan lingkungan pada 250 juta tahun yang lalu dan mendorong makhluk-makhluk yang dikatakan
memiliki desain sempurna tersebut menuju kepunahan.

Trilobita bukan satu-satunya kelompok makhluk hidup yang telah punah. Dinosaurus, pterosaurus, kalajengking raksasa, mamut wol, macan gigi pedang, kesemuanya menurut teori HY adalah hasil tindakan penciptaan tersendiri yang memiliki struktur sempurna. Namun semuanya telah punah karena berbagai faktor: perubahan iklim, persaingan
dengan hewan lain, bencana alam. Ada yangmemperkirakan bahwa seluruh jenis makhluk hidup yang masih ada sekarang hanyalah 1% dari total jumlah jenis makhluk hidup yang pernah merasakan hidup di Bumi--dengan kata lain, 99% jenis makhluk hidup yang pernah ada di Bumi sekarang telah punah.

Kini yang tersisa dari mereka adalah fosil-fosil yang tertanam dalam batuan. Sembilan puluh sembilan persen tindakan penciptaan terpisah berakhir dalam kepunahan. Tentunya segala fakta tersebut menunjukkan bahwa ‘desain’ makhluk hidup tidak sempurna.

Penjelasan ‘desain sempurna’ bisa diterapkan pada beberapa fenomena di alam, seperti mata trilobita, struktur sel, peranti terbang pada burung, kerumitan DNA, dan sebagainya. Tentunya penjelasan tersebut bisa digunakan pada semua fenomena kerumitan struktur makhluk hidup, bukan? Mungkin saja.

Di antara alat indera manusia, indera penciuman kurang berkembang. Dibanding hewan lain, seperti hiu, anjing, atau tikus, indera penciuman manusia kurang peka. Akan tetapi, perbandingan gengen yang membentuk organ penerima rangsang baubauan pada manusia dan tikus (Rouquier dkk. 2000;Liman & Innan 2003) menunjukkan bahwa gen-gen
tersebut pada tikus berfungsi sempurna dan memberi kemampuan penciuman yang baik pada tikus, sedangkan pada manusia sebagian besar gen tersebut rusak, tidak berfungsi. Memang, bisa dikatakan bahwa manusia tidak didesain untuk memiliki penciuman yang tajam. Akan tetapi mengapa desain manusia harus juga menyertakan gen-gen rusak? Bukankah bila

tubuh manusia didesain dengan sempurna, tidak

perlu ada gen-gen rusak tersebut dalam DNA kita?

Teori Harun Yahya juga harus bisa

menjelaskan penyebaran geografis makhluk hidup

di berbagai benua, atau biogeografi. Alfred Russel

Wallace mencapai kesimpulan bahwa makhluk

hidup berevolusi melalui seleksi alam berdasarkan

penelitiannya atas penyebaran hewan di kepulauan

Indonesia. Bagaimanakah teori Harun Yahya akan

menjelaskan fakta biogeografi? Boleh jadi,

penjelasannya adalah bahwa Sang Desainer

menciptakan tiap makhluk hidup pada tempat yang

sesuai dengannya. Masuk akal, bukan?

Mungkin saja memang demikian. Akan

tetapi bisa juga dipertanyakan mengapa Australia,

misalnya, memiliki fauna khas yang didominasi

mamalia berkantung--kanguru, koala, dan

sebagainya. Benua tersebut memiliki iklim kering

yang bisa ditemukan juga di tempat lain, seperti

Afrika utara dan Amerika utara bagian barat, namun

faunanya amat berbeda. Anehnya, Papua yang

berdekatan dengan Australia namun beriklim tropis

dan basah memiliki fauna yang mirip dengan

Australia--kasuari, kanguru, dan sebagainya. Iklim

dan keadaan alam Papua tidak berbeda dengan

misalnya Kalimantan atau Kamerun, namun di sana

Sang Desainer menciptakan fauna yang mirip

dengan fauna Australia. Entah kebetulan atau

tidak, keputusan Sang Desainer bersesuaian

dengan sejarah geografis Papua dan Australia,

yang dahulu tergabung menjadi satu benua. Teori

evolusi menjelaskan keberadaan dua fauna yang

mirip tersebut sebagai hasil dari adaptasi dan

seleksi alam dari mamalia purba yang berada di

Australia dan Papua sebelum terpisah. Sedangkan

klaim teori HY bahwa tiap makhluk hidup diciptakan

di tempat yang sesuai tidak berlaku di sana. Tidak

ada fakta yang lebih jelas membantah penjelasan

teori HY terhadap biogeografi daripada introduksi

berbagai hewan Asia, Afrika, dan Eropa ke

Australia. Unta, yang menurut teori HY diciptakan

khusus untuk gurun Afrika dan Asia tengah, ternyata

sesuai dengan gurun Australia. Sejak didatangkan

oleh para imigran Afghan ke Australia pada abad ke-

19, banyak unta yang menjadi liar kembali dan hidup

bebas di gurun. Mengapa Sang Desainer tak

menciptakan unta di Australia, bila unta memang cocok

hidup di sana? Penulis kesulitan mencari penjelasan

tentang ini dalam teori Harun Yahya.

Biogeografi terus memaksa para ahli biologi

untuk mengakui bahwa komposisi fauna suatu daerah

selalu tergantung pada sejarah dan kesinambungan

garis keturunan (continuity of descent). Namun

biogegrafi hanya satu dari banyak jalur bukti yang

akhirnya mendorong perumusan teori evolusi.

Kehidupan yang ada di Bumi tidak selalu

seperti yang kita lihat sekarang. Kita bisa mengetahui

bentuk kehidupan di masa lampau dengan melihat

fosil-fosil yang mereka tinggalkan. Bagaimanakah teori

Harun Yahya menjelaskan kehidupan di masa lampau?

Sama seperti kehidupan masa kini, tiap jenis makhluk

hidup masa lampau juga adalah hasil tindakan

penciptaan khusus. Tidak ada hubungan antara

mereka dengan makhluk hidup yang ada sekarang.

Harun Yahya mengajukan burung sebagai

contoh desain yang sempurna. Penulis sepakat

dengannya. Seluruh tubuh burung menunjukkan

adaptasi yang baik untuk kehidupan menjelajahi

udara--dua sayap, tulang-tulang yang ringan, bulu

berstruktur rumit dan efektif, mata besar dan awas,

dan lain-lain. Menurut teori HY, burung pastilah

muncul tiba-tiba dalam sejarah alam tanpa ada

pendahulu di masa lalu, sebagai akibat dari suatu

tindakan penciptaan khusus. Benarkah demikian?

Mari kita lupakan sejenak penjelasan

evolusi yang menyatakan bahwa makhluk hidup

masa lalu adalah leluhur makhluk hidup masa kini.

Selanjutnya mari kita melihat seperti apa bentuk

burung di masa lalu.

Gambar 3a. Rekonstruksi kerangka Protoavis texensis, burung purba dari Zaman Trias, 225 juta tahun yang lalu. Fosil (2

spesimen) ditemukan di Texas. Ilustrasi berdasarkan Chatterjee (1991).

Gambar 3b. Rekonstruksi kerangka Archaeopteryx, burung purba dari Zaman Jura, 150 juta tahun yang lalu. Fosil (8 spesimen)

ditemukan di Jerman. Ilustrasi berdasarkan Colbert & Morales (1991) dan Feduccia (1996).

Gambar 3c. Rekonstruksi kerangka Microraptor gui, burung dari Zaman Kapur Awal, ±130 juta tahun yang lalu. Fosil (2

spesimen) ditemukan di Cina utara. Ilustrasi berdasarkan Xu dkk. (2003).

Gambar 3d. Rekonstruksi kerangka Ichthyornis dispar, burung purba dari Zaman Kapur Akhir, ±70 juta tahun yang lalu. Fosil

ditemukan di Texas. Ilustrasi berdasarkan Marsh (1880).

Gambar 3e. Rekonstruksi kerangka burung modern, merpati (Columba livia).

Gambar 3a,b,c,d menunjukkan bentuk burung dari

zaman ke zaman. Burung telah ada di Bumi sejak 225

juta tahun yang lalu (Protoavis). Bagaimanakah

teori Harun Yahya menjelaskan urutan fosil

tersebut? Dalam Evolution deceit penulis menemukan

penjelasan bahwa urutan fosil bukanlah bukti

perubahan dalam satu garis keturunan sebagaimana

dikemukakan para evolusionis, melainkan hanyalah

urutan tindakan penciptaan. Penulis berasumsi bahwa

tiap ‘tindakan penciptaan’ tersebut adalah suatu

tindakan penciptaan terpisah, di mana hasilnya adalah

satu makhluk hidup yang sempurna, utuh, dan tidak

berhubungan dengan makhluk hidup yang ada

sebelum maupun sesudahnya.

Suka atau tidak, konsekuensi dari penjelasan

teori Harun Yahya adalah sebagai berikut: Sejak 3

milyar tahun keberadan kehidupan di Bumi, Sang

Desainer baru berniat menciptakan burung untuk

mengisi angkasa sekitar 200 juta tahun yang lalu.

Burung pertama yang diciptakan, Protoavis dan

Archaeopteryx, tidak mirip dengan burung yang ada

sekarang, melainkan memiliki ciri-ciri reptil: memiliki

gigi, sayap bercakar, dan tulang ekor yang panjang.

Seratus juta tahun kemudian Sang Desainer

menciptakan Ichthyornis yang sayapnya sudah tak

bercakar dan tulang ekornya sudah memendek, seperti

burung modern, namun paruhnya masih berisi gigi.

Terakhir, tercipta burung modern yang kita lihat

sekarang. Sang Desainer tidak langsung menciptakan

burung modern, melainkan menciptakan dulu

serangkaian burung purba yang awalnya mirip reptil,

yang makin lama makin mirip burung modern, sampai

akhirnya muncullah burung modern yang ada

sekarang. Lupakan dulu penjelasan evolusionis yang

menyatakan bahwa semua fosil tersebut terletak dalam

satu garis keturunan. Menurut teori HY, tiap bentuk

burung tersebut bukan merupakan bagian dari satu

garis keturunan, melainkan hasil dari tindakan

penciptaan terpisah. Bisa kita tanyakan, mengapa

demikian? Apakah Sang Desainer perlu melakukan

percobaan dulu sebelum menciptakan burung yang

sempurna? Mengapa desain awal untuk burung

memiliki ciri-ciri reptil seperti gigi, cakar, dan ekor

panjang? Bukankah seorang desainer bisa merancang

suatu makhluk hidup ciptaan, misalnya burung,

tanpa perlu meniru desain makhluk hidup lain?

Urutan perubahan bentuk yang ditemukan

dalam catatan fosil tidak hanya pada burung. Para

ahli paleontologi telah menemukan banyak urutan

perubahan bentuk lainnya: dari ikan ke hewan

berkaki empat (tetrapoda), reptil ke mamalia, garis

keturunan kuda, garis keturunan gajah, mamalia

darat ke paus, kera purba ke manusia. Dalam teori

Harun Yahya, penjelasan yang ditawarkan adalah

bahwa urutan tersebut adalah ‘urutan penciptaan’,

yang memberi kesan bahwa Sang Desainer, yang

mereka yakini menciptakan tiap bentuk tersebut

secara terpisah, tidak mampu menciptakan makhluk

hidup yang seperti kita lihat sekarang tanpa

menciptakan bentuk-bentuk yang seolah-olah

menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan di

masa lalu. Atau, apakah Sang Desainer itu sengaja

menciptakan urutan bentuk (yang tidak

berhubungan secara keturunan) untuk meniru

evolusi? Bila memang demikian, maka para ahli

biologi memang telah tertipu oleh Sang Desainer,

menyangka bahwa telah terjadi evolusi padahal

yang sebenarnya terjadi adalah penciptaan

terpisah. Mengapa Sang Desainer ingin menipu

manusia?

Penyangkalan Teori Darwin

Dalam menyerang teori evolusi Darwin, Harun Yahya menyatakan bahwa mutasi dan seleksi alam tidak mungkin menghasilkan spesies baru. Tidak ada mutasi menguntungkan, menurut mereka; semua mutasi hanya menghasilkan cacat pada makhluk hidup yang mengalaminya.
Bagaimana menilai klaim ini? Mudah saja ditunjukkan bahwa ada mutasi yang bisa meningkatkan kelestarian (mutasi menguntungkan’), seperti timbulnya kekebalan pada bakteri, kemampuan mencerna laktosa pada sebagian manusia, dan lain-lain.
Namun penulis lebih tertarik membahas konsekuensi dari klaim tersebut bila memang benar, seperti yang diyakini para pendukung teori Harun Yahya.

Mutasi adalah sesuatu yang selalu terjadi dalam proses perkembangbiakan makhluk hidup. Setiap makhluk hidup adalah mutan, karena memiliki DNA yang berbeda dengan induknya. Bila tidak ada mutasi menguntungkan, maka makhluk hidup tidak bisa berbuat apa-apa apabila menghadapi perubahan lingkungan. Tidak akan ada adaptasi yang timbul, karena tiap mutasi hanya menghasilkan cacat.

Digabungkan dengan penjelasan teori HY bahwa tiap jenis makhluk hidup adalah hasil dari tindakan penciptaan terpisah, maka konsekuensinya adalah bahwa setiap hasil ciptaan tersebut tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menunggu punah, entah karena kalah bersaing ataupun karena pengumpulan efek buruk mutasi. Entah apa niat Sang Desainer yang dibayangkan Harun Yahya berbuat demikian.

Poin terakhir dari teori Harun Yahya yang bisa ditanggapi adalah pernyataan bahwa segala sesuatu adalah ilusi. Penulis berpendapat bahwa apabila segala sesuatu adalah ilusi, maka tidak ada gunanya kita berargumen menggunakan fakta-fakta yang ada di alam karena segalanya tidak nyata. Semua pernyataan, baik oleh evolusionis maupun Harun Yahya, didasarkan pada fakta-fakta yang sebenarnya hanya ilusi. Manusia hidup dalam dunia tak nyata yang ada dalam pikirannya sendiri, seperti dalam film

The Matrix. Dan menurut teori Harun Yahya, pencipta dari segala ilusi tersebut adalah Tuhan, Sang Desainer. Tuhan menciptakan dunia ilusi di mana kita merasa hidup dan beraktivitas sehari-hari di dalamnya, dan apabila kita mati, kita dipindahkan dari dunia ilusi tersebut ke akhirat yang juga ilusi. Segalanya tidak nyata dan kita tak bisa lolos dari ilusi tersebut. Dan sekali lagi penulis bertanya, mengapa Sang Desainer perlu menipu kita. Sang Desainer menciptakan berbagai fakta yang seolah-olah menunjukkan bahwa telah terjadi evolusi, padahal sebenarnya tidak.

Sang Desainer menciptakan dunia yang seolaholah nyata, padahal sebenarnya ilusi. Tuhan seperti apa yang dibayangkan oleh Harun Yahya?